Minggu, 13 Maret 2011

Anak dan orang tua Dalam Keluarga

Keluarga dunia ini tidak bisa lepas dari kehidupan kita. Ketika lahir, kita sudah disambut oleh kasih sayang dan cinta orang tua yang siap berkorban apa saja agar bisa memberi yang terbaik. Masa kecil adalah masa yang paling bahagia, kita bisa belajar banyak hal, selalu mendapat pertolongan, dan menerima segala yang kita butuhkan. Tingkah kita yang sering menjengkelkan dan membuat lelah orang tua, tidak menjadikan kasih sayang mereka berkurang.

Beranjak remaja, ada “dunia” yang kita coba kenal. Ada hakikat hidup yang berusaha kita mengerti. Hal-hal baru seolah tidak pernah habis kita temukan di masa ini. Bimbingan orang tua yang tak pernah putusnya, mencegah kita terseret arus dan jatuh ke jurang kehancuran. Dimasa inilah orang tua sering dikagetkan oleh kemauan keras dan keberanian remaja. Seolah, kita ingin lepas dari pengawasan orang tua, hidup mandiri tanpa membutuhkan uluran tangan mereka.
Sudah fitrahnya jika seorang anak manusia pada akhirnya akan menikah dan membangun keluarga baru. Gerbang pernikahan adalah awal si anak belajar menyelami jiwa orang tua; apa yang dirasakan ibu ketika melahirkan anaknya dan apa yang menjadi beban tanggung jawab sang ayah dalam membimbing keluarganya.

Jika kita percaya bahwa anak adalah:
Penjelajah ulung, pemikir yang imajinatif, pemecah masalah yang kreatif,
Serta mampu melihat keajaiban dan keindahan di alam raya juga lingkungannya,
Maka kita harus memberikan kesempatan kepada mereka untuk;
Menunjukkan eksistensinya, mengekspresikan diri, berani mengajukan pertanyaan,
Selalu ingin tahu, menguji hipotesis mereka, menemukan sesuatu,
Bekerja sama dengan orang lain, mempertimbangkan pandangan orang lain,
Dan membuat keputusan.

Ya, anak adalah amanah. Lebih dari itu, anak adalah qurrata a’yuun, penyedap mata, dan tentunya penenteram jiwa buat kedua orangtuanya. Menjaganya, tentu kewajiban orang tua.

Ada dua amanah wajib yang telah dilansir dalam hadits Nabi SAW mengenai anak. Pertama, memberikan nama yang baik. Kedua, memberikan pendidikan terbaik.
Mendidik anak merupakan amanah yang tidak sepele. Bagaimana akhirnya karakter anak setelah dewasa nanti, bergantung pada pendidikan yang ditanamkan orang tuanya sejak dini. Menanamkan nilai-nilai aqidah, akhlak dan lainnya, menjadi tanggung jawab orang tua. Membimbingnya memerlukan waktu yang lama. Belum lagi pengaruh dari lingkungan, teman-teman dan perkembangan teknologi yang menuntut tingkat kecermatan lebih tinggi dari orang tua. Tentu saja, pengorbanan yang diberikan orang tua sangat luar biasa; seumur hidupnya mereka tidak pernah berhenti untuk memberikan yang terbaik.

Bicara tentang pengorbanan orang tua yang tak terbatas, terkadang kondisi ini menyebabkan orang tua lupa diri. Keberhasilan yang diraihnya dalam mendidik anak seolah-olah hasil jerih payahnya sendiri. Anak yang tumbuh dewasa, berhasil memperoleh pendidikan tinggi dan mendapat pekerjaan yang baik, dianggapnya karena jasa orang tua semata. Orang tua terkadang lupa, jika Allah tidak menakdirkan mereka mampu melakukan semua itu, maka mereka tidak akan mendidik anak-anaknya dengan baik. Bagaimanapun berjasanya orang tua, mereka tetap bukan malaikat. Orang tua juga manusia yang tidak lepas dari khilaf dan salah.

Orang tua adalah orang terdekat yang dimiliki anak. Seringkali, orang tua menjanjikan sesuatu pada anaknya, namun ternyata mereka tidak memenuhinya, saat seorang anak menangis orang tua menghiburnya, agar berhenti menangis dengan iming-iming akan diberi mainan ataupun hadiah lainnya. Namun, saat tangisan itu berhenti, janji sang Orang tua pun ikut menghilang tidak pernah terwujud.
Sebagian orang tua merasa tenang jika anaknya berada di rumah dan tidak melakukan sesuatu yang membahayakan. Akan tetapi sebagian lainnya merasa khawatir karena anak-anaknya selalu sibuk dengan tontonan, tanpa mempedulikan hal lain. Para orang tua yang khawatir ini kemudian memikirkan segala macam cara agar anak-anaknya dapat berkembang secara normal dan dapat mengembangkan bakatnya dengan baik. Apapun mereka tempuh agar anak-anaknya mendapat pendidikan yang maksimal.
Tidak sedikit orang tua yang merasa belum cukup jika anak-anaknya hanya mengenyam pendidikan formal. Mereka memilih beberapa sekolah tambahan untuk mengembangkan kemampuan atau menambah jam belajarnya. Bahkan, saat ini sebagian orang tua memilih menyekolahkan anak-anaknya sejak usia 6 bulan. Usaha mereka untuk mengenalkan anak-anak pada dunia pendidikan perlu diacungi jempol. Tidak hanya pengorbanan tenaga, mereka pun terkadang tidak memperdulikan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya pendidikan anak-anaknya.
Setiap anak itu unik. Masing-masing dari mereka memiliki kebutuhan, tantangan, dan permasalahan yang berlainan. Mereka juga mempunyai potensi dan bakat yang berbeda. Seorang anak tentunya membutuhkan panutan.

Seorang ayah adalah inspirator keluarga yang memberikan ilham keteladanan. Dalam posisinya, seorang ayah dituntut untuk selalu memberikan contoh yang baik dalam segala aktivitas. Baik di lingkungan internal maupun eksternal keluarga. Dedikasi dan kredibilitas yang dibentuk, hendaknya membawa pribadi seorang ayah kepada ciri-ciri sebagai panutan ideal. Supaya kata-katanya didengar, akhlak pribadinya yang mudah ditiru, dan penyikapannya terhadap aneka permasalahan hidup menjadi sumber inspirasi bagi anggota keluarga lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar